Gelora Nurani – Arif Novianto

Mencoba mengukir lengkokan tinta-tinta perlawanan untuk menyampaikan segala ketidak-adilan dan memperjuangkan kebenaran

Pendidikan Untuk Semua: Mengembalikan Hakikat Pendidikan di Tengah Problematika Kapitalisme Pendidikan di Indonesia

Pendahuluan

Di era sekarang ini, kapitalisme tumbuh dan berkembang menjadi idiologi dominan dan memiliki pengaruh besar di dalam berbagai sendi-sendi kehidupan manusia. Pengaruh kapitalisme kini telah menjalar dan tidak hanya di dalam ranah ekonomi semata, tetapi telah merambah di wilayah yang lain, termasuk ranah pendidikan. Salah satu wujud nyata dari kehadiran Kapitalisme yang mengungkung ranah pendidikan ini dapat terlihat dari semakin menyeruaknya budaya Positifisme (Rosyid dkk, 2013: 68-75) di tengah kehidupan bermasyarakat dan bernegara.

Budaya Positifisme ini merupakan budaya yang dibawa oleh masyarakat kapitalis dunia. Dan kehadirannya dapat teridentifikasi ketika terjadi perubahan frame berfikir masyarakat di dalam melihat pendidikan. Yang dimana pendidikan kemudian hanya dimaknai sebagai sebuah jenjang untuk mendapatkan pekerjaan dan kehidupan yang layak dan hakikat dari pendidikan tidak lagi dimaknai sebagai proses untuk menstimulasi “kesadaran kritis” dan mengajarkan para peserta didik untuk menemukan kebenaran bagi dirinya sendiri (Chomsky, 2013).

Problematika Pendidikan a la Kapitalis

Menurut pandangan kaum Eksistensialis, manusia dilahirkan didunia ini dalam keadaan yang tidak berdaya, dia terlempar ke dunia ini dan terpaksa bertanggung jawab terhadap keberadaannya (Tilaar & Nugroho, 2009: 20-43). Keadaan tersebutlah yang membuat manusia harus turut berjuang didalam menentukan dan mengangkat keberadaannya di dunia ini. Karena manusia seyogyanya merupakan pusat kehidupan di dunia ini, yang memberikan makna terhadap perubahan dan perkembangan dunia.

Keadaan yang demikianlah membuat peran dari pendidikan itu menjadi sangat penting. Karena adanya pendidikan tersebut berawal dari fakta bahwa manusia mempunya berbagai kekurangan dan kelemahan, sehingga pendidikan merupakan jawaban agar membuat manusia menjadi berkemampuan.

Pandangan tersebut berbanding terbalik dengan hakikat pendidikan menurut pandangan Kapitalisme. Kapitalisme pendidikan menerjemahkan pendidikan sebagai sebuah proses pembentukan keahlian dan kemampuan setiap manusia untuk kemudian dapat mengisi dunia industri dari Kapitalisme tersebut. Hakikat pendidikan tersebut selaras dengan proses relasi dari sistem kapitalisme ini, yaitu bahwa kapitalisme pada era kontenporer sekarang ini sangat mengharapkan adanya pendidikan yang lebih terspesialisasi pada bidang-bidang industri. Keadaan tersebutlah yang kemudian dapat menciptakan efektifitas dan efisiensi serta dapat memaksimalkan hasil dari industri kapitalis tersebut.

Akan tetapi keadaan tersebut tak pelak menciptakan problematika tersendiri di dalam pendidikan ala kapitalisme ini. Pengaruh Kapitalisme dan budaya positivisme terhadap pendidikan tersebut sangat jelas, yaitu ilmu yang didiseminasikan kepada peserta didik adalah ilmu yang mengorientasikan mereka untuk beradaptasi dengan dunia masyarakat Industri, dengan mengorbankan aspek Critical Subjectivity, yaitu kemampuan untuk melihat dunia secara kritis.

Masuknya kapitalisme di dalam ranah pendidikan, menurut Peter Mcleren sebagaimana yang dikutip oleh Agus Nuryatno (2011: 57) juga telah memberikan tiga dampak utama: Pertama, hubungan antara kapitalisme dan pendidikan urban telah menyebabkan praktek-praktek sekolah yang lebih mendukung kontrol ekonomi oleh kelas-kelas elit. Kedua, hubungan antara kapitalisme dan ilmu pengetahuan telah mendorong berkembangnya ilmu pengetahuan yang hanya bertujuan mendapatkan profit material dibanding untuk menciptakan kehidupan global yang lebih baik. Dan Ketiga, perkawinan antara kapitalisme dan pendidikan serta kapitalisme dan ilmu pengetahuan telah menciptakan fondasi bagi ilmu pendidikan yang menekankan nilai-nilai korporasi dengan mengorbankan nilai-nilai keadilan sosial dan martabat manusia.

Dan dampak paling nyata yang dihasilkan oleh Kapitalisme pendidikan yang kita temui sekarang ini adalah terciptanya ketimpangan akses pendidikan yang menjadikan pendidikan tidak lagi memanusiakan manusia. Itu terjadi karena dengan latar belakang logika profit orientednya, kapitalisasi pendidikan mentranformasikan institusi-institusi pendidikan sebagai alat untuk meraup keuntungan. Hal tersebut mensyaratkan harus mahalnya biaya pendidikan. Dan dengan biaya pendidikan yang mahal tersebut, maka proses ketimpangan akses pendidikan pun terjadi. Yang dimana menyingkirkan para kelas bawah dari akses untuk dapat menikmati pendidikan yang bagus dengan fasilitas-fasilitas lengkap dan tenaga pengajar yang mumpuni.

Akhirnya pendidik seperti itu hanya dinikmati oleh para kelas menengah-keatas. Orang dari kelas bawah didalam kapitalisasi pendidikan ini hanya dapat belajar di sekolah-sekolah pinggiran dengan fasilitas, infrastruktur dan tenaga pengajar yang seadanya, karena keterbatan biaya yang dimiliki. Yang kemudian secara tidak langsung mengakibatkan tidak adanya tranformasi sosial disana. Artinya bahwa orang dari kelas bawah tersebut masa depannya ya hanya menjadi kuli-kuli di dunia Industri sebagai akibat dari pendidikan yang tidak menyadarkan dan memberi ruang mereka untuk bergerak. Sehingga akan sangat sulit melakukan transformasi untuk menjadikan kehidupannya lebih baik lagi.

Maka dari itu, melihat peliknya permasalahan dari Kapitalisme pendidikan ini yang secara langsung telah memburamkan fitrah manusia dan hakikat pendidikan. Serta tidak sejalannya konsep Kapitalisme pendidikan ini dengan Konstitusi Indonesia. Alhasil, konsep Pendidikan Untuk Semua (dalam tulisan ini nantinya disingkat menjadi PUS) yang juga telah tersirat didalam butir Konstitusi Indonesia dapat menjadi konsep tandingan untuk melawan Kapitalisme pendidikan ini. Itu terjadi karena terus bertahannya Kapitalisme pendidikan berarti turut mempertahankan ketimpangan demi ketimpangan dan diskriminasi serta pemburaman hakikat pendidikan berdasarkan fitrah manusia sebagaimana mestinya.

Konsep Pendidikan Untuk Semua

Didalam konstitusi Indonesia telah dijelaskan tentang Hakikat Pendidikan yang diperuntukan bagi rakyat Indonesia. Yaitu bahwasannya pendidikan harus dapat “Mencerdaskan Kehidupan Bangsa” yang dalam prosesnya harus sesuai dengan Pasal 31 ayat 1 UUD 1945 bahwa “Setiap warga Negara berhak mendapat pendidikan” dan Pasal 31 ayat 2 UUD 1945 bahwa “….Negara  wajib  membiayainya”.

Landasan hukum diataslah yang harusnya dijadikan rujukan didalam menjalankan proses pendidikan di Indonesia. Dimana Negara wajib menjalankan pendidikan dasar secara gratis yang bermutu dan mencerdaskan yang diperuntuhkan kepada setiap warga Negara Indonesia tanpa terkecuali.  Artinya tidak ada diskriminasi sedikitpun didalam peruntuhan terhadap akses-akses anak-anak bangsa dalam memperoleh pendidikan. Tidak ada pengkotak-kotakan, bahwa pendidikan ‘A’ untuk kaum elit atau kaya sedangkan pendidikan ‘B’ untuk kaum pinggiran atau miskin.

Tetapi yang terjadi sekarang ini, jalannya proses pendidikan di Indonesia terus mengalami penyimpangan demi pengimpangan dari konsepsi PUS sebagaimana diamanatkan oleh Konstitusi Indonesia. Warga Negara yang digolongkan pada taraf kemiskinan serta anak-anak yang dianggap bodoh dengan kemampuan intelektual yang rendah berdasarkan hasil pengajaran dari sistem pendidikan yang ada seolah dianak tirikan dan menjadi kaum-kaum yang terpinggirkan.

Keadaan tersebut merupakan hasil dari konsep kapitalisme pendidikan yang dalam hal ini sangat bertentangan dengan konsepsi PUS ini. Didalam konsep Kapitalisme pendidikan, bukan saja mengisyarakat para peserta didik untuk berkompetisi di dalam dunia Industri tetapi Institusi pendidikannya juga dijadikan sebagai lahan Industri untuk menumpuk capital atau keuntungan. Akibatnya terjadi pengkotak-kotakan terhadap akses pendidikan. Yang dimana juga turut berimbas terhadap semakin dikuatkannya kesenjangan sosial-ekonomi di masyarakat.

Dengan konsep PUS ini, nantinya semua masyarkat diberi ruang seluas-luasnya untuk mengakses pendidikan. Apalagi sudah diimplementasikannya kebijakan 20% APBN yang dialokasikan untuk pendidikan membuat pelaksanaan pendidikan gratis untuk semua masyarakat. Kurikulum yang diajarkan pun tidak lagi hanya mengajarkan para peserta didik untuk beradaptasi dengan dunia industri. Akan tetapi pendidikan ini nantinya dapat digunakan untuk menciptakan kesadaran setiap peserta didik akan hakikat kehidupan dan hakikat pendidikan yang digelutinya dan mengajarkankanya untuk memahami, mengkritik, memproduksi dan menggunakan pengetahuan sebagai alat untuk mengubah realitas.

Alhasil dengan konsep PUS yang mengedepankan kesetaraan jelas berbanding terbalik dengan logika Kapitalisme pendidikan yang mana institusi pendidikan dimetamorfosiskan menjadi alat untuk mencari keuntungan. Sehingga dengan diberlakukannya konsep PUS ini, maka membuat konsep Kapitalisme pendidikan tidak lagi berlaku. Selain itu dengan diterapkannya konsep PUS ini maka pendidikan akan kembali ke Hakikat yang sewajarnya, yang oleh Ki Hadjar Dewantara, dimaknai sebagai alat “memerdekakan manusia lahir maupun batin”

Daftar Pustaka:

–          Chomsky, noam. 2006. Neo-imperialisme Amerika Serikat. Yogyakarta: Resist Book.

–          Darmaningtyas & Edi Subkhan. 2012. Manipulasi Kebijakan Pendidikan. Yogyakarta: Resist Book.

–         Freire, Paulo. 2011. Pendidikan Kaum Tertindas. Jakarta: Pustaka LP3ES Indonesia.

–          H.AR Tilaar & Riant Nugroho. 2009. Kebijakan Pendidikan: pengantar untuk memahami kebijakan pendidikan dan kebijakan pendidikan sebagai kebijakan publik . Yogyakarta: Pustakan Pelajar.

–          Nuryatno, Agus. 2011. Mazhab Pendidikan Kritis: Menyikapi Relasi Pengetahuan Politik dan Kekuasaan. Yogyakarta: Resist Book.

–          Roshid dkk. 2013. Pendidikan Karakter: Wacana & Kepengaturan. Purwokerto: Obsesi Press.

Tulisan ini merupakan finalis lomba cipta esai Sospol in Action 2013 yang diselenggarakan oleh UNJ dan dibukukan dengan judul “Aku Untuk Indonesia”.

One response to “Pendidikan Untuk Semua: Mengembalikan Hakikat Pendidikan di Tengah Problematika Kapitalisme Pendidikan di Indonesia

  1. Pingback: Kaum Polimatik dan Sistem Pendidikan di Indonesia Saat Ini | anistyarachmawati

Leave a comment