Gelora Nurani – Arif Novianto

Mencoba mengukir lengkokan tinta-tinta perlawanan untuk menyampaikan segala ketidak-adilan dan memperjuangkan kebenaran

Memperbesar Tentara Cadangan Pekerja: “Bonus Demografi” dan Ekonomi Politik Negara Neoliberal Di Indonesia

Abstract: The “Demographic Dividend” in which the proportion of people with productive age (between 15-65 years old) is larger compared to the non-productive one will reach its peak in 2035. This “bonus” is considered by mainstream economists as an opportunity to develop a strong national economy. Reports made by the World Bank, ILO, and Bappenas wrote that such “demographic dividend” would be the golden bridge in which a country could reach progress and prosperity. If such opportunity is exploited successfully, Indonesia could see rising wages and be transformed into an industrial country. Using the approach of political-economy, this article discusses the issues faced by the reserve army of labour with the government policies made to welcome “demographic bonus” and its relations with the neoliberal state. The findings of this article are: 1) there’s a stagnancy in the process of agrarian transformation and reforms; 2) the “demographic dividend” bounded within the framework of a neoliberal state have enlarge the number of precarious workers, which are tantamount as reserve army of labour; and 3) the massive reserve army of labour functions as a specific mechanism for capitalism to control wages and to depoliticise working-class movement.

Keywords: Agrarian transformation; Demographic dividend; Neoliberal state; The reserve army of labour.

Read more of this post

Mitos Kemajuan di Balik Angka Pertumbuhan

Judul: Problem Domestik Bruto: Sejarah dan Realitas Politik di Balik Angka Pertumbuhan Ekonomi
Penulis: Lorenzo Fioramonti
Penerbit: Marjin Kiri
Tahun: I, 2017
Tebal: xii + 220 halaman
ISBN: 978-979-1260-73-2

Dari sudut ruang seminar hingga pidato kenegaraan, produk domestik bruto selalu digunakan sebagai indikator utama kemajuan sekaligus kesejahteraan sebuah negara. PDB menjelma sebagai mantra yang mendominasi pemberitaan di media massa dan perdebatan publik ketika berbicara tentang cara mencapai kemakmuran.

Kuasa negara-negara di dunia bahkan diurutkan berdasarkan jumlah produk domestik bruto yang dimiliki, seperti dengan dibentuknya kelompok G-8 dan G-20 yang merupakan gabungan negara dengan PDB 8 besar dan 20 besar dunia. Indonesia dengan jumlah PDB tahun 2016 sebesar Rp 12.406,8 triliun menjadi negara dengan PDB terbesar ke-16. Kondisi itu membuat Indonesia bergabung dengan G20. Untuk mencapai visi Indonesia Emas tahun 2045, pemerintah bahkan menargetkan Indonesia menjadi negara dengan ekonomi terbesar ke-4 di dunia. Untuk mencapainya, PDB menjadi tolok ukur. Pemerintahan Joko Widodo berupaya menggenjot PDB Indonesia agar naik 10 kali lipat dan menembus angka Rp 120.000 triliun pada tahun 2045.

Read more of this post

Padmi, Bunga Perjuangan yang Gugur di Musim Hujan

Mengapa ada bunga yang gugur di musim hujan?
Mengapa ada air mata saat menyambut keberanian?
Mengapa harus ada duka mengiringi pengorbanan?

(…)sebelum berangkat ikut aksi cor kaki, dia (Padmi – pen) telah menelpon saya dan berkata untuk pamit berjuang membela ibu bumi” ujar Roshad (suami Padmi), lelaki 52 tahun yang berambut ikal dan kulit sawo matang. Tidak tampak sedikitpun kesedihan di raut wajahnya. Matanya berbinar tajam penuh keyakinan, seolah menunjukan, bahwa sang istri yang dicintai tidak pergi dengan sia-sia.

Ibu Padmi gugur untuk membela tanah air dan saya telah mengiklaskan kepergiannya” ungkapnya dengan suara penuh ketegaran.

Read more of this post

Catatan Tentang Sebuah “Kata Pengantar” Skripsi dan Keberpihakan Peneliti

“…Mereka yang mempunyai pengetahuan buku
harus pergi ke kenyataan yang hidup,
supaya bisa maju
dan tidak mati mengeloni buku…

Dipa Nusantara Aidit

“Pernahkah kau tahu sebuah pekerjaan tanpa hakikat? Ataukah kau dapat memetik skripsi dari S.K.R.I.P.S.I?”[1]. Jika anda tahu, itulah hakikat dari mengerjakan skripsi. Setelah sampai pada waktu di mana lonceng berdentangan, anda atau lebih tepatnya saya menyadari memang benar kata seorang kawan bahwa pekerjaan yang baik adalah pekerjaan yang “selesai”. Syukur Alhamdulillah, setelah bergelut dengan teori dan data hampir selama 2 tahun, akhirnya saya dapat menyelesaikan karya skripsi dengan judul “Perlawanan Rakyat: Analisa Kontra-Hegemoni dalam Ekonomi Politik Kebijakan Pembangunan Pabrik Semen di Pati”. Menulis memang proses yang cukup berat dalam menyelesaikan karya yang hadir di hadapan pembaca ini. Seperti kata Harvey bahwa dalam mengerjakan penelitian, 80%-nya adalah menulis dan hanya 20% berpikir. “Menulis adalah aksi seorang diri yang kadang menakutkan” begitu kata Carlos Fuentes. Itu seperti memasuki terowongan tanpa tahu adakah cahaya diujungnya, atau bahkan apakah ujungnya itu memang ada. Hari demi hari saya luangkan untuk menulis karya penelitian ini dan tanpa tahu pada lembar keberapa saya harus memutuskan untuk berhenti. Itu yang saya lakukan selama 2 bulan penuh setelah sebelumnya disibukan dengan berbagai pekerjaan, aktivisme, dan sekaligus penelitian lapangan.

Read more of this post

Jejak Langkah Indonesia Hadir di Bumi Manusia: Pramoedya & Embrio Kebangsaan

Judul: Indonesia Tidak Hadir di Bumi Manusia: Pramoedya, Sejarah, dan Politik
Penulis: Max Lane
Penerbit: Penerbit Djaman Baroe, xii + 196 hlm, 2017

Salah jika Indonesia sebagai bangsa tidak hadir di Bumi Manusia. Novel Tetralogi Buru (Bumi Manusia, Anak Semua Bangsa, Jejak Langkah, & Rumah Kaca) adalah laboratorium yang menggambarkan pergulatan rakyat Indonesia membangun apa yang disebut sebagai nasion atau bangsa.

Kata “Indonesia” memang tidak ada dalam sekitar 2.000 halaman novel kebangkitan nasional itu. Namun, itu adalah kehebatan Pram sebagai penulis. Secara sadar dia menunjukan bahwa Indonesia sebagai bangsa bukan hadir akibat proses alamiah. Entitas bangsa itu dibentuk untuk mencapai proses revolusi sosial melalui berbagai perjuangan dan tetesan darah. Sebuah proses pembentukan struktur sosial yang benar-benar baru yang pada perkembangannya diberi nama “Indonesia”. Bagaimana pembentukan Indonesia sebagai bangsa? Mengapa jejak langkah Indonesia hadir di Bumi Manusia? Apa yang membedakan analisa Pram tentang sejarah pergerakan sosial Indonesia dibanding analis yang lain? Apa yang membuat embrio bangsa Indonesia luluh lantak pada era kekuasaan Soeharto? Apa peran penting karya-karya Pram pada konteks sekarang? Read more of this post

150 Tahun Das Capital & Kebingungan Para Penafsirnya

Saya masih mengingat masa-masa awal di tahun 2010/2011 ketika mulai mengenal Karl Marx dan kemudian memutuskan membaca “Das Kapital”. Sebuah buku yang oleh Engels (sahabat Marx) disebut sebagai “kitab sucinya kelas pekerja”. Sebelum itu, saya terlebih dahulu gandrung terhadap ajaran marhaenisme a la Soekarno. “Marhaenisme adalah marxisme dalam konteks Indonesia” begitu kurang lebih ungkap Soekarno. Marhaenisme dalam hal ini menjadi jembatan yang mengantarkan saya bergelut dengan marxisme.

Sebelum proses tersebut, dalam sebuah diskusi di Sekertariat BEM KM UGM, seorang kawan mengatakan bahwa kesalahan terbesar Marx adalah ketika dia menulis Das Capital. “Buku tersebut telah memberi tahu para kapitalis tentang kesalahan mereka, sehingga mereka dapat berbenah dan mampu bertahan hingga sekarang” ungkap kawan tersebut. Baginya Karl Marx sebagai orang bodoh yang memberi tahu kesalahan musuhnya akan bahaya yang akan dihadapi. Setelah itu si musuh berbenah dan marabahaya bagi si-musuh tidak jadi menimpa berkat anjuran Marx.

Read more of this post

Revolusi Pinguin & Gerakan Musim Dingin: Belajar dari Pengalaman Perlawanan Pelajar di Chile

Sumber: Internationalis(dot)org

“The University cannot be a business and education cannot be a commodity. The…future of the University is at stake, and in this battle we will not put our arms down”
– Camila Vallejo, President Confederación de Estudiantes de Chile (CONFECH) –

“Social protests…are an expression of our freedom and our power to reclaim the streets. They reflect our ability to express what we think…Street protests are weapons to achieve our goals, including education”.
-Alfredo Vielma, Former Leader Asamblea Coordinadora de Estudiantes Secundarios (ACES)-

Pendidikan di Indonesia pada awal abad ke-21 telah memasuki era baru. Jika sebelumnya sektor pendidikan dikerangkeng dengan rantai “birokrasi pendidikan”[i] oleh rezim Soeharto, pada era reformasi kerangkeng itu dilepas. Sektor pendidikan kini memasuki era yang disebut sebagai “neoliberalisasi pendidikan”.

Read more of this post

Krisis Kapitalisme 2008 dan Bangkitnya Gerakan Kiri: Studi Dinamika Gerakan Partai Syriza di Yunani

jurnal sosial politik fisipol ugm

Abstract: The economic crisis which hit Greece was in 2008 helped to flow into a political crisis. The old political oligarchy that since 1974 up to 2010 alternately dominate the Greece that is PASOK party and the New Democracy party suffered shocks that lead to new political dynamics. Austerity policies and neoliberal reforms under the moderation of the Troika (European Central Bank, European Union, and International Monetary Fund) have created a decrease in the level of welfare and the economic crisis are instead growing. That situation creates a distrust of the Greek people, until they are searching for an alternative system other than capitalism. At that time the idea of socialism promoted by Syriza party has been able to gain influence in the mass base, to deliver Syriza-led government with 36.3 percent of voters in Election 2015. This paper atempts to elaborate on the strategies used by the Syriza party and also weaknesses in the strategy. 

Keywordsthe economic crisis; vanguard party; social democrats party; Syriza; elections. Read more of this post

Pergulatan Gerakan Mahasiswa dan Kritik Terhadap Gerakan Moral

Gambar: Cover Buku "Indonesia Bergerak II: Mozaik Kebijakan Publik di Indonesia 2016"

Gambar: Cover Buku “Indonesia Bergerak II: Mozaik Kebijakan Publik di Indonesia 2016”

Pendahuluan

Pergulatan gerakan mahasiswa di Indonesia dilihat dari sejarahnya terus mengalami pasang surut yang dipengaruhi oleh berubahnya rezim yang berkuasa, tatanan ekonomi-politik dan ruang lingkup sistem pendidikan yang diterapkan. Peran gerakan mahasiswa dalam dinamika perubahan kekuasaan di Indonesia memiliki pengaruh yang cukup penting, seperti pada masa perjuangan kemerdekaan, pada masa perjuangan mempertahankan kemerdekaan, masa jatuhnya Soeharto yang melahirkan era Orde Baru dan juga pada masa reformasi yang melengserkan rezim Soeharto.

Mencuatnya gerakan mahasiswa dengan label heroism seperti agent of change, iron stock & social control bukanlah sesuatu yang begitu saja terjadi. Labelisasi tersebut dalam prosesnya adalah konstruksi yang dilakukan oleh rezim Soeharto pada masa Orde Baru setelah sebelumnya rezim tersebut melakukan genosida terhadap intelektul kiri (komunis dan soekarnois) dan pembantaian terjadap jutaan orang yang memiliki afiliasi (dan juga diduga) dengan PKI serta melakukan penahanan tanpa pengadilan terhadap ratusan ribu orang kiri. Konstruksi gerakan mahasiswa oleh penguasa adalah bagian dari upaya untuk mempertahankan status-quo, sehingga bentuk progresif dari gerakan mahasiswa dilucuti hingga memunculkan apa yang disebut sebagai gerakan moral.

Read more of this post

Bahaya Laten Narasi Sejarah Orba: Keluar dari Imajinasi Ketakutan dan Mencari Sejarah Alternatif

poster soeharto spenak jamanku opo opo murah termasuk nyawamu

Doc: poster aksi

Pemberangusan dan pengebirian hak warga negara untuk berekspresi, berpendapat, dan berdiskusi kini terjadi lagi. Acara yang bertajuk Belok Kiri Festival selama sebulan terakhir mendapatkan penolakan dari beberapa kelompok seperti Gerakan Pemuda Islam Indonesia Jakarta, Front Aktivis Jakarta, Lembaga Bantuan Hukum Duta, Korps Mahasiswa GPII, Korps Brigade PII, Himpunan Mahasiswa Lombok Jakarta, Pemuda Cinta Tanah Air dan juga Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) cabang Jakarta Raya. Beberapa pihak tersebut menyebut acara tersebut sebagai perwujudan komunis gaya baru dan Polda Metro Jaya tidak mengeluarkan izin karena dianggap memunculkan potensi kericuhan. Acara yang sedianya digelar di Taman Ismail Marzuki akhirnya tetap diselenggarakan tapi dengan perubahan tempat menjadi di LBH Jakarta.

Proses pengkerdilan demokrasi bukan hanya sekali itu saja terjadi, namun telah terjadi berkali-kali di tahun 2016 ini, terutama terkait isu minoritas, komunis phobia, dan peristiwa 1965. Acara Belok Kiri Festival ini sendiri berupaya untuk mengusung sejarah alternative yang keluar dari propaganda rezim Orde Baru dan menawarkan cara berfikir kiri sebagaimana menurut panitia acara sebagai “cara berpikir alternatif, kritis, berpihak kepada kemanusiaan, dan progresif”. Kemudian mengapa terjadi gelombang penolakan terhadap acara Belok Kiri Fest ini? Apa yang salah dari upaya diskusi alternative yang keluar dari propaganda Orba? Mengapa cap “komunis” mudah sekali dilontarkan dan membuat mereka yang di cap seolah layak untuk direbut hak warga negaranya? Mengapa aparat Negara seolah membenarkan tindakan pengebirian demokrasi tersebut? Apakah logika berfikir tersebut sebagai akibat proses hegemoni narasi sejarah yang berlangsung puluhan tahun? Bagaimana cara membuka dan mempertahankan ruang-ruang berpendapat, berekspesi dan berdiskusi dari ancaman kelompok reaksioner dan juga aparat Negara?

Read more of this post