Gelora Nurani – Arif Novianto

Mencoba mengukir lengkokan tinta-tinta perlawanan untuk menyampaikan segala ketidak-adilan dan memperjuangkan kebenaran

Petruk-Jokowi (turun) Jadi Raja

Metro Riau 20 Maret 2014 a petruk jowoki dadi ratu

Doc: Epaper Metro Riau 20 Maret 2014

Joko Widodo atau lebih akrab dipanggil Jokowi, jauh-jauh hari namanya semerbak harum mewangi karena terus menjadi perbincangan hangat di tengah masyarakat, apalagi ketika secara resmi pada 14 maret 2014 ketua umum PDIP Megawati memberikannya mandat kepadanya untuk menjadi calon presiden didalam pemilu 2014 nanti. Dengan elektabilitasnya yang meroket tinggi dibanding para calon pesaingnya seperti yang ditangkap oleh survey dari berbagai lembaga politik, tak pelak membuatnya digadang-gadang akan dengan mutlak memenangkan pilpres pada 09 Juli 2014 nanti.

Bila melihat geliatnya, kisah perjalanan Jokowi ini dapat dielaborasikan dan diforcasting dengan kisah lakon pewayangan, yang berjudul “Petruk Dadi Ratu”. Lakon “petruk dadi ratu” ini sendiri merupakan lakon carangan atau lakon yang tidak berasal dari pakem pewayangan yaitu kitab Ramayana dan Mahabarata, akan tetapi lakon buatan para pujangga jawa.

Simbol Kekecewaan

            Petruk dan Jokowi, merupakan sebuah simbol perlawanan. Dilakon petruk dadi ratu, Petruk yang merupakan perwujudan dari rakyat jelata, berusaha untuk menentang para penguasa yang tidak sedikitpun memihak mereka. Para penguasa kerajaan Amarta yaitu Pandawa terlalu sibuk mengurusi diri mereka sendiri dan membiarkan rakyatnya dalam penderitaan dan kesengsaraan.

Bahkan Jamus Kalimasadha yang merupakan pilar kehidupan bernegara dan simbol kemakmuran, kesejahtraan dan keadilan (atau bisa disebut Pancasila dan Bhineka Tunggal Eka kalau untuk Negara Indonesia) telah ditelantarkan begitu saja. Membuat petruk bersama rakyat kecil di Amarta terpontang-panting terkena imbasnya. Keadaan tersebutlah yang kemudian dimanfaatkan oleh Dewi Mustakaweni untuk mencuri jamus kalimasada ini.

Negara amarta pun semakin pontang-panting akan hilangnya jamus kalimasada ini. Hingga akhirnya melalui dukungan para rakyat kecil, petruk terpanggil untuk mengambil alih jimat kalimasadha dari tangan Dewi Mustakaweni. Akibat jamus kalimasadha yang digenggamnya membuat Petruk menjadi digdaya dan mendapatkan legitimasi dari rakyat-rakyat kecil yang terpinggirkan untuk menjadi Ratu dan bergelar Prabu Belgeduwelbeh.

Begitu pula yang tengah dialami oleh Jokowi sekarang ini. Ditengah badai krisis kepemimpinan yang melanda dan ketika rakyat kecil harus terpontang-panting diterpa berbagai kebijakan yang tak memihaknya, nama Jokowi datang membawa angin segar tersendiri. Dengan sosoknya yang merakyat dan segebok program pro-rakyat yang telah dijalankan di DKI Jakarta, telah membuat popularitasnya melonjak tinggi dan menampar para pemimpin lain yang cenderung elitis.

Bahkan hampir semua lembaga survey menempatkan nama Jokowi yang paling tertatas sebagai pemenang pilpres 2014 nanti. Padahal sebenarnya tidak ada yang sangat istimewa dari sosok Jokowi ini. Bagi penulis dia hanya pemimpin yang biasa-biasa saja ditengah para pemimpin yang sangat tidak biasa (dalam arti negatif). Itulah yang membuatnya seperti oase ditengah padang kekeringan.

Massa Depan Jokowi

            Kini bola panas sudah ditangan Jokowi, dengan elektabilitas yang diatas angin, hampir dapat dipastikan peluangnya memenangkan Pilpres di 2014 nanti sangat tinggi. Tapi itu semua belum selesai. Kekuatan modal (capital), ambisi dan keserakahan dapat saja membuat rabun mata konstituen. Politik transaksionisme masih siap mendomplengnya di tengah jalan. Dan rakyat sudah siap melengserkannya apabila tidak ada perubahan sedikitpun pada keadaan mereka. Sehingga kejelian dari Jokowi bersama Tim suksesnya sangat dipertaruhkan.

Petruk didalam lakon petruk dadi ratu pun mengalami hal yang senada. Ditengah legitimasi yang kuat dari rakyat kecil, dia berhasil membuat para pemimpin Amarta kelabakan. Akan tetapi setelah berkuasa (menjadi Ratu), Petruk mulai lupa dengan tujuan utamanya. Dia telah mengecewakan para rakyat kecil yang menyokongnya dengan tindakan serakah dan lalim yang ditonjolkannya.

Tidak adanya perubahan serta transformasi didalam kehidupan rakyat kecil yang menyokong Petruk hingga dia berkuasa, membuat amarah rakyat kecil tersebut pun tak dapat terhindarkan. Hingga akhirnya Bagong, yang merupakan sosok rakyat jelata dengan sifat ngah-ngohnya mewakili rakyat kecil yang dikecewakan oleh Petruk memberontak dan mengambil alih Jimat Kalimasadha yang dipegang Petruk. Akhirnya membuat kedigdayaan Petruk hilang dan tahtanya sebagai Ratu pun sirna.

Hal senada sudah siap untuk menghampiri Jokowi. Ditengah kebuntuan sosial, ekonomi dan politik saat ini, sebagian besar rakyat lantas mencari-cari penyelamat mereka atau mencari-cari alternatif yang lebih baik dari yang ada. Dan pencarian alternatif tersebut ada dalam diri Jokowi untuk sekarang ini.

Beban yang ditanggung Jokowi pun sangat berat jika dia berhasil memenangkan pemilu 2014 nanti. Apabila dia gagal menjalankan mandat dari rakyat nantinya, maka seperti halnya Petruk, rakyatpun akan memberontak dan menuntut transformasi kehidupannya yang lebih baik. Pada titik ekstremnya, ditengah tumpukan kekecewaan yang menggunung dari rakyat kecil tersebut, pelengseran terhadap Jokowi tersebut sangat mungkin terjadi.

Bila itu terjadi, akhirnya Jokowi pun hanya menjadi tameng dari tatanan politik yang telah membusuk di negeri ini. Jokowi hanya menjadi tumbal atau penyelamat sementara dari sistem yang memang tidak pro-rakyat. Jokowi pun tak ubahnya para pemimpin-pemimpin terdahulu yang sama saja telah mengecewakan rakyat, akan tetapi dengan make up tersendiri.

Sehingga, kini sekali lagi semua terserah Jokowi dan pendukungnya. Rakyat telah terlanjur mempercayainya sebagai penyelamat mereka didalam situasi carut marut sekarang ini. Apabila dia sampai mengecewakan rakyat yang mempercayainya, maka dia hanya akan menjadi Petruk yang kedua. Alhasil, mari kita saksikan apa yang akan dialami Jokowi dari sekarang.

Tulisan artikel opini ini sebelumnya telah dimuat di Metrorasi Koran Metro Riau, pada 20 Maret 2014.

Dimuat ulang disini untuk tujuan Pendidikan.

One response to “Petruk-Jokowi (turun) Jadi Raja

  1. wisanggeni June 2, 2014 at 10:54 am

    Halo Mas Arif,

    Intinya memang begitu, Petruk itu Habis dikasih jubah sakti, seluruh ksatria ditundukkan, kemudian dia mulai sombong dan takabur dan akhirnya menantang para ksatria pandawa yang negaranya Ingin dikuasai Oleh Petruk, akhirnya Semar Nayo Genggong menutarakan hal ini kepada ayahnya Petruk yang setengah Dewa setengah lelembut utk menasihati petruk, akhirnya Jubah sakti Petruk diambil dan akhirnya dia tidak digdaya lagi. Dalam lakon pewayangan, Bima menghaja petruk Habis habisan karena telah menghina Negara Amarta dan para ksatrianya. Akhirnya Petruk mohon ampun kepada Bima dan menjadi rakyat jelata lagi.

    Jokowi pun sama, dia menjadi walikota solo, Setelah itu gubernur, karena sangking saktinya dia Ingin menguasai Indonesia “amarta” dengan menjadi presiden.. dan pada akhirnya nanti dia akan jatuh oleh ambisinya sendiri

Leave a comment